Sabtu, 21 September 2013

Kebohongaan yang Dibantah oleh Realitas Islam dan Peristiwa Sejarah



Nabi Muhammad tidak pernah memulai peperangan. Beliau berangkat ke Badar dengan kekuatan pasukan kecil (313 orang) untuk mengambil alih kafilah (rombongan) dagang Quraisy. Sebab, harta benda kaum Muslimin  yang berhijrah ke Madinah berada di tangan kafilah dagang tersebut. Selanjutnya, pasukan kafir Quraisy berangkat untuk menyerang dengan jumlah peasukan 950 orang. Pasukan Quraisy ini pula yang berangkat ke Uhud dan Khandaq. Ketika kafir Quraisy melanggar butir-butir perjanjian Hudaibiyah dan Nabi Muhammad hendak memasuki kota Mekkah, beliau sangatberhati-hati agar tidak ada nyawa yang menjadi korban atau darah yang tumpah dari kedua belah pihak. Untuk itu, beliau memerintahkan para panglima dan pesukannya, “Janganlah ada yang membunuh seorang pun, kecuali orang yang menyerang mereka”.
            Kita bias melihat dalam beberapa penakhlukan wilayah yang dilakukan Islam di tiga benua bahwa pada kenyataannya tidak ada pemaksaan keyakinan disana. Dalam sebuah surat yang dikirim pada Simon, Uskup Agung Persia, Joshia Puff III mengatakan, “ Sungguh orang Arab, yang telah dianugrahi kekuasaan dunia oleh Tuhan, menyaksikan apa yang kalian. Namun demikian, karena tidak memerangi keyakinan Nasrani. Sebaliknya, mereka justru menghormati agama Nasrani. Sebaliknya, mereka justru menghormati agama kita, memuliakan pendeta dan roh kudus. Mereka juga bermurah hati kepda gereja dan rumah ibadah.”
            Sir Thimas Arnold mengomentari surat ini seraya mengatakan, “Surat ini merupakan bukti kenyataan mengenai ciri ketenangan dan kedamaian dalam menyebarkan agama baru ini.”
            Laura Vichea Vgleri, seorang orientalis asal Italia menuturkan tentang keindahan penyebaran Islam, “Kekuatan aneh apa yang terpendam dalam agama (Islam) ini? Kekuatan internal persuasive apa yang melebur didalamnya? Bagaimana bias hati manusia mampu menerima agama (Islam) ini.”
            Le Comte Henry de’ Castries memberi gambaran kaum Muslimin melalui perkataannya, “Mereka tidak membunuh umat yang menolak masuk Islam  dengan kilatan pedang, tidak pula dengan lidah. Akan tetapi, Islam masuk kedalam hati dengan penuh kerinduan dan pilihan. Hal seperti itu lebih disebabkan oleh pengaruh Al-Qur’an dan penggunaan logika yang tepat.”
            Lantas, siapa sebenarnya yang menuding kita telah memaksa orang- orang untuk menumpahkan darah, melancarkan peperangan, dan mengadakan pembantaian, dengan slogan “masuk Islam atau mati”? Lalu bagaimanakah Aqidah Islam tersebar? Jawaban pernyataan tersebut akan diuraikan lebih lanjut pada halaman berikutnya.
            Kita perlu mengingat kembali tentang Inkuisisidi Spanyol yang dibentuk atas prakarsa Paus pada November 1478 M. inkuisisi ini berdampak pahit dan sangat menyedihkan. Tujuan pertama dan terakhir mereka adalah menghalangi kebebasan berkeyakinan. Kaum Muslimin diKristenkan dibawah pengwasan langsung Gereja. Padahal sudah ada beberapa perjanjian yang dilakukan orang-orang Spanyol terhadap perjanjian tertulis yang mereka buat sendiri, kaum Muslimin justru dituduh menjalin hubungan dengan Maroko, Kairo, dan Konstantinopel. Sejak tahun itulah dilakukan pembunuhan dan pembinasan terhadap kaum Muslimin tanpa belas kasihan sama sekali. Pada tanggal 29 Juli 1501, dua Raja Katholik, Ferdinand dan Isabela mengeluarkan perintah yang intinya, ketika Tuhan telah memilih keduanya untuk membersihkan gereja Granada dari kekafiran, maka tidek boleh ada orang Islam disana. Siapapun yang melanggar hukuman akan dijatuhi hukuman mati atau hartanya dirampas.
Bersambung.......... :)
           

Tidak ada komentar:

Posting Komentar