♥♥JAGAD RAYA♥♥
Rasa rindu ini tidak
membuat tekad ku memudar dalam mencapai tujuan mulia ini. Selama bertahun-tahun
aku menantikan momen ini bisa tercapai dan bernilai indah. Terlalu dini untuk
menyebutkan hal ini merupakan angan-angan belaka. Terlalu gegabah mengganggap
bahwa hal ini merupakan mimpi yang tak bisa dilebur ke dalam senyawa kehidupan.
Aku tak menginginkan metafisika ini menyerupai peredaran yang tidak beratur.
Akan tetapi melebur ke dalam wadah penantian kesabaran. Yah, semua orang menginginkan
apapun keinginannya terwujud dalam bentuk keseimbangan. Gerak beraturan dalam
lintas porosnya, mengelilingi kabut tebal nan menyesatkan, menerobos celah
celah bebatuan, berdentum dengan gumpalan yang menyesakkan. Akan tetapi, tidak
membuat patah harapan. Meskipun semua terlalui dengan jeritan, jahitan, dan
jerih payah. Tidak akan menyurutkan bumi untuk menaungi elemen tersakral.
Kehidupan jingga yang menyusup dikala senja menertawainya. Disayangkan ia merayap
dalam sunyi, berlinang sepi. Tak pula mampu menyingkap tabir elok bertumpu pada
kertas buram. Bukan, semua menikmati prosesnya. Alam ini bersahabat dengan
kawannya. Matahari pun bersedia di ikat oleh bumi, di kelilingi oleh tarian
bumi. Tak ada kejenuhan padanya. Tersirat senyum yang dipenuhi oleh makna.
Tanpa berkata, “aku tak ingin bersamamu terus.”
Pertemuan meragu yang
berubah mejadi sebuah kepercayaan. Merangkul semua elemen esensial nyata. Tak
bertaut pada lingkaran biru. Mengalir dalam senyuman indah, berpuas pada
seonggok bunga nan menipu. Kau bodoh, mengapa kau membiarkan daun kering itu
melapisi segumpal darahmu. Tanpa ada neraca berjalan. Kau membiarkan darahmu
tertumpah dalam genggaman bunga. Kau putuskan serangan itu dengan anggun,
menumbuhkan simbiosis mutualisme. Namun, kau juga memelihara satu simbiosis,
itulah aku. Aku adalah simbiosis parasitisme. Yang siap menerkam dan menerjang
setiap santapan pagi dan senja. Ya, aku senang dengan pagi, di kala mentari
pagi menyinari, aku meluapkan segalanya. Menusuk jari jari setiap lingkaran. Aku
senang dengan senja, merangkul kepahitan dalam tikaman yang pasti. Menaiki
tahta suci, lalu mengotorinya. Sangat menjijikkan. Konteks telah berubah dengan
cepat. Alam tidak menginginkan aku. Tujuan itu hanya angan-angan belaka. Mulia
dalam penantian kosong. Menunggu kompas agar berubah haluan. Menunjukkan apa
yang aku nantikan selama ini. Karna aku tak bisa menopang semua kekesalan jagad
raya ini dalam satu genggaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar